Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masalah Ekonomi Di Indonesia

LATAR BELAKANG MASALAH EKONOMI DI INDONESIA




  1. Masalah kemiskinan Upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya program IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUK (Kredit Usaha Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) PKT (Program Kawasan Terpadu), GN-OTA dan program wajib belajar.
  2. Masalah Keterbelangkangan Masalah yang dihadapi adalah rendahnya tingkat pendapatan dan pemerataannya, rendahnya pelayanan kesehatan, kurang terpeliharanya fasilitas umum, rendahnya tingkat disiplin masyarakat, renddahnya tingkat keterampilan, rendahnya tingkat pendidikan formal, kurangnya modal, produktivitas kerja, lemahnya manajemen usaha. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah berupaya meningkatkan kualitas SDM, pertukranan ahli, transper teknologi dari Negara maju.
  3. Masalah pengangguran dan kesempatan kerja Masalah pengangguran timbul karena terjadinya ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja yang tersedia. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah melakukan pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memeiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia, pembukaan investasi baru, terutama yang bersifat padat karya, pemberian informasi yang cepat mengenai lapangan kerja
  4. Masalah kekurangan modal Kekurangan modal adalah suatu ciri penting setiap Negara yang memulai proses pembangunan. Kekurangan modal disebabkan tingkat pendapatan masyarakat yang rendah yang menyebabkan tabungan dan tingkat pembentukan modal sedikit. cara mengatasi masalah ekonomi mikro dan makro

PEMECAHAN MASALAH EKONOMI DI INDONESIA

Pertemuan ketiga tingkat menteri Indonesia-Jepang di Tokyo baru-baru ini telah menetapkan rencana strategis terkait Metropolitan Priority Area (MPA), dimana dalam pertemuan ini diidentifikasi sejumlah 45 proyek terkait langsung dengan pelaksanaan MPA. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, sebanyak 18 proyek diantaranya dikategorikan fast track project dan lima proyek lainnya flagship project yang menjadi prioritas utama pemerintah pusat (Kompas 10/10/12). Dalam pengembangan 45 proyek pembangunan ini diperlukan investasi sekitar Rp 410 triliun (3,4 triliun Yen), dimana pembiayaannya ditanggung 55% oleh swasta dan 45% campuran antara program public private partnership (PPP), APBN Indonesia, serta pembiayaan melalui skema pinjaman bantuan lunak (soft loan). Kelima proyek yang dikatagorikan sebagai MPA flagship project terdiri dari (1) Proyek konstruksimass rapid transportation (MRT) Jakarta; (2) Pembangunan Pelabuhan International Cilamaya (Cilamaya’s International Sea Port); (3) Perluasan dan pengembangan Bandara International Soekarno-Hatta; (4) Pembangunan Pusat Riset Akademik Terpadu (New Academic Research Cluster); (5) Pembangunan pembuangan kotoran (sewerage system) di DKI Jakarta.

Kesepakatan Indonesia dan Jepang di Tokyo terkait peningkatan kerjasama ekonomi, terutama di sektor investasi, perdagangan, industri, dan pembangunan infrastruktur. Selama ini volume perdagangan kedua negara mengalami peningkatan drastis, dimana tahun 2011 mencapai US$ 53 miliar (Rp 530 triliun), dan 2012 diperkirakan meningkat, seiring krisis perekonomian global. Sementara itu investasi Jepang di Indonesia terus meningkat, dimana 2011 tercatat US$ 1,5 miliar (Rp 15 triliun). Hingga Juni 2012 realisasi investasi Jepang telah mencapai US$ 1,13 miliar (Rp 11,3 triliun).

Menurut penulis, ketimpangan ekonomi mudah ditemukan dalam distribusi pendapatan atau semakin melebarnya kesenjangan ekonomi dan tingkat kemiskinan yang mana merupakan dua persoalan besar negara berkembang, termasuk Indonesia. Berawal dari distribusi pendapatan yang tidak merata yang kemudian memicu terjadinya kesenjangan pendapatan sebagai dampak dari kemiskinan. Hal ini akan menjadi sangat serius apabila kedua masalah tersebut berlarut-larut dan dibiarkan semakin parah, yang pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi politik dan sosial yang berdampak negatif. Bulan Mei 1997 hingga akhir tahun 1998 terjadi krisis moneter yang merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Bagi kebanyakan orang, dampak dari krisis yang terparah dan langsung dirasakan, diakibatkan oleh inflasi. Antara tahun 1997 dan 1998 inflasi meningkat dari 6% menjadi 78%, sementara upah riil turun menjadi hanya sekitar sepertiga dari nilai sebelumnya. Akibatnya, kemiskinan meningkat tajam. Pada tahun 1996 dan 1999 proporsi orang yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah dari 18% menjadi 24% dari jumlah penduduk.

Tingginya pertumbuhan ekonomi belum tentu dapat dijadikan indikator keberhasilan mengurangi jumlah kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan ekonomi masyarakat yang semakin menurun dalam pembagian pendapatan, “ketimpangan relatif”. Akan tetapi hal itu tentu tidak akan mengherankan bagi para ahli ekonomi pembangunan, dimulai dari Adam Smith, Ricardo, Karl Marx, sampai pada Kuznets, telah mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang tidak merata. Seperti telah dikatakan secara ironis oleh Arthur Lewis, “Kalau ada yang mengherankan, ialah keheranan tersebut, bahwa proses per-tumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang tidak merata.” (Thee Kian Wie, Pemerataan-Kemiskinan-Ketimpangan: Beberapa Pemikiran Tentang Pertumbuhan Ekonomi,1981).

Bank Pembangunan Asia (Asia Development/ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia melambat dari 7,2% di 2011 menjadi 6,1% di 2012. Mengapa ekonomi Indonesia masih mampu bertumbuh ? Menurut Senior Country Economist Indonesia Resident Mission ADB, Edimon Ginting mengatakan, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia tahun ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang tidak kuat. Diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh tinggi mencapai 6,3%. Bahkan di 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tumbuh lagi menjadi 6,6% (ADB Outlook 2012 Update, 3/10/12).

Faktor penentu yang mendorong ekonomi Indonesia tetap tumbuh tinggi adalah kepercayaan bisnis di Indonesia masih tinggi dan kinerja ekspor akan membaik pada kuartal IV-2012. Selain itu, dampak krisis ekonomi global yang mengalami slowdown tidak akan terlalu berdampak, Indonesia masih beruntung memiliki tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi dan mampu menjadi kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Diakui bahwa selama ini pelambatan pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan Asia Pasifik ini diakibatkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi China dan India yang selama beberapa tahun ini menjadi lokomotif penggerak pertumbuhan ekonomi di Asia (2006-2011). Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pelambatan ekonomi Asia sangat signifikan melemah 2012 ini, hingga hanya mencapai 6,1% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 7,2% (2011). Namun pada 2013 diprediksi pertumbuhan ekonomi di Asia masih tumbuh 6,7% tetapi masih lebih rendah dibandingkan 2011. Penyebab utama dari pelemahan pertumbuhan di China dan India, yang diakibatkan penurunan investasi dari capital outflows (dana asing yang keluar), dan volume ekspor yang menurun. Hal ini semakin diperparah dengan dampak penurunan investasi asing di India lebih besar lagi karena melambatnya reformasi sehingga berdampak pada pelambatan ekonomi.

Dalam usaha untuk menanggulangi kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara berkembang, maka perlu diketahui bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. Kebijaksanaan ekonomi apa saja yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah negara-negara berkembang untuk menanggulangi kemiskinan dan ketidakmerataan, sambil tetap mempertahankan atau meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Apabila perhatian lebih ditujukan pada kewajaran distribusi pendapatan pada umumnya, dan upaya untuk meningkatkan tingkat pendapatan golongan ekonomi bawah 40 % penduduk pada khususnya, maka perlu dipahami berbagai faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan di dalam perekonomian, dan perlu juga diketahui upaya-upaya pemerintah agar dapat mempengaruhi atau mengubah efek yang tidak menguntungkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut.

Menurut W.Arthur Lewis (Perencanaan Pembangunan: Dasar-Dasar Kebijakan Ekonomi,1962) semua pemerintah modern menjunjung tinggi asas persamaan dan berupaya menghapuskan pendapatan yang di satu pihak berlebihan banyaknya sedangkan di lain pihak terlalu sedikit. Untuk menjawab ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 
  1. Membagikan kembali pendapatan itu dengan cara pemungutan pajak. 
  2. Mengubah faktor-faktor pokok yang menentukan distribusi pendapatan sedemikian rupa sehingga distribusi pendapatan sebelum pengambilan pajak telah menjadi sama. 

Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris dalam Lincolin Arsyad (Ekonomi Pembangunan,1988) mengemukakan delapan faktor yang menyebabkan Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan di Negara-negara Berkembang. 
  1. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan pendapatanp per kapita semakin menurun. 
  2. Inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang. 
  3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
  4. Investasi yang boros dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga persentase pendapatan dari harta tambahan lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga jumlah pengangguran bertambah. 
  5. Rendahnya mobilitas social. 
  6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan melonjaknya harga barang hasil industri untuk melindungi kepentingan usaha-usaha kapitalis . 
  7. Memburuknya nilai tukar bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan internasional dengan negara maju.
  8. Hancurnya sentra industri kerajinan rakyat (usaha kecil dan menengah, UKM) dan koperasi. 

Anne Booth dan R.M.Sundrum dalam H.W. Arndt (Pembangunan dan Pemerataan Pembangunan di Masa Orde Baru,1983), ada enam determinan distribusi pendapatan di Indonesia, yaitu : 
(1) Pemilikan dan distribusi tanah pertanian. 
(2) Perolehan lahan.
(3) Penggantian upah dan tenaga kerja di pedesaan.
(4) Term of trade sektor pertanian.
(5) Perolehan pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan. 
(6) Disparitas perkotaan-pedesaan.

Menurut M. P. Todaro (Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, 2004), ada empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi pemerintah masing-masing berkaitan erat dengan keempat element pokok yang merupakan faktor-faktor penentu utama atau baik tidaknya kondisi-kondisi distribusi pendapatan di sebagian negara berkembang. Adapun keempat elemen pokok tersebut adalah : (1) Distribusi fungsional; (2) Distribusi ukuran; (3) Program redistribusi pendapatan; (4) Peningkatan distribusi pendapatan langsung, terutama bagi kelompok-kelompok masyarakat yang berpenghasilan relatif rendah. Pendapat senada disampaikan Adler Manurung (Kompas 18/12/2005), melebarnya kesenjangan kedua kelompok sosial ekonomi diakibatkan oleh belum terarahnya distribusi belanja pemerintah. Ketidakterarahan ini menyebabkan belanja investasi menjadi tersendat. Akibatnya, meski secara nilai pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, namun secara realitas kurang berkualitas. Pada gilirannya, hal ini memerlukan optimalisasi belanja pemerintah. Ini akan mampu memberikan suntikan investasi bagi yang lain. Perbaiki itu jalan jalan. Itu akan mendorong rakyat kecil mendapatkan pendapatan. Kalau mereka dapat uang, daya beli mereka akan naik.

Sistem perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi kapitalis, bahkan lebih kapitalis dibandingkan dengan Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan perekonomian hanya terpusat atau dikuasai oleh para pemilik modal. Tentunya mereka yang memiliki modal yang besar mampu berinvestasi dalam membangun industri-industri yang diharapkan dapat meningkatkan penghasilan. Apalagi di indonesia masih sangat bergantung pada investasi asing dalam pengelolaan sumber daya alam yang tersedia. Pengalaman di Indonesia menunjukkan betapa pentingnya aspek investasi. Investasi diperlukan untuk proses pembangunan nasional, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing. Investasi yang sangat banyak dalam industri yang padat modal menyebabkan kesenjangan pendapatan semakin tinggi. Strategi pembangunan yang dilakukan pada masa Orde Baru telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar lebih 7% per tahun dibarengi dengan proses transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri (1966-1998). Adapun industri yang dikembangkan lebih menitikberatkan pada industri yang padat modal, sehingga pemerintah meningkatkan investasi untuk menjalankan proyek-proyek yang padat modal. Namun, keberhasilan proses industrialisasi lebih banyak dinikmati oleh golongan atas sehingga memunculkan fenomena trade off terhadap pemerataan pendapatan.

PENYELESAIAN MASALAH EKONOMI DI INDONESIA


1.      Kesimpulan

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa investasi padat modal, tingkat inflasi dan tingkat upah yang rendah dapat mempengaruhi kesenjangan pendapatan di Indonesia. Investasi yang cenderung padat modal, mengakibatkan banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, sehingga pendapatan yang mereka terima sangat kecil. Inflasi yang tidak terkendali menyebabkan perekonomian terbengkalai dan masyarakat semakin tidak dapat menikmati hasil pembangunan. Juga upah yang masih rendah dikalangan masya-rakat menengah ke bawah menyebabkan kesenjangan pendapatan yang semakin melebar, diantara berbagai golongan lapisan masyarakat.

2.      Saran
a.       Dalam upaya mengurangi investasi pada industri padat modal, maka pemerintah harus : (a) menitikberatkan investasi pada proyek-proyek yang padat karya, agar penduduk dapat bekerja dan meningkatkan taraf hidup mereka; (b) membangun sektor-sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) dan koperasi, sehingga kehidupan masyarakat menengah bawah lebih baik; (c) membangun sektor pertanian yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, dengan memberikan subsidi sektor pertanian dan menerapkan teknologi canggih agar hasil pertanian memiliki kualitas yang unggul dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri serta sisanya dapat di ekspor.

b.      Pemerintah Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum kerjasama ini melalui komitmen berkelanjutan memperbaiki iklim investasi nasional; jaminan stabilitas keamanan dunia usaha dan kegiatan bisnis di kawasan industri (MM2100 Cibitung, Jatake Tangerang, Kota Jababeka Cikarang, Lippo, Hyundai, EJIP, Delta Silicon, Batam); dan membenahi berbagai pengadaan fasilitas infrastruktur. Diharapkan melalui solusi pemecahan masalah ini, pemerintah mampu untuk mencegah terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih tinggi. Pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan memanusiakan manusia jelas merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi masa kini dan mendatang, seperti yang pernah dilakukan oleh Jepang, Korea Selatan, Cina, India, Singapura, Malaysia, dan Taiwan.