Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Permasalahan Ekonomi di Indramayu dan Penyelesaiannya

 Latar Belakang Masalah

Pada  dasawarsa  tahun  1970  dan  1980,  Indonesia mengalami   proses  perubahan   sosial   yang   relatif   tinggi sehingga mempunyai akibat yang luas serta dalam. Keadaan ini  ditandai  dengan  masuknya  ekonomi  dunia  ke  tengah ekonomi nasional, yang diikuti oleh usaha-usaha besar lewat penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negri. Perubahan itu juga memberikan dampak baik positif maupun negatif  bagi  ligkungan  sekitar  meliputi  kehidupan  manusia (penduduk)  serta  lingkungan  alam  (pencemaran,  kerusaan lingkungan). 

Selanjutnya  keadaan  seperti  tersebut  di  atas akhirnya membawa dinamika tersendiri di beberapa tempat di Kabupaten Indramayu seperti di kecamatan Kroya, Indramayu,   Balongan   dan  Kecamatan   Losarang.   Dimana  dengan leluasa membentuk masyarakat ekonomi baru baik di perkotaan  maupun  pedesaan.  Selain  itu  persaingan  antara sektor  ekonomi  yang  bercorak  tradisional  dengan  ekonomi modern  menjadi  semakin  tajam.  Akibat  sosial  dari  gejala ekonomi   ini   antara   lain   dislokasi   sosial,   pengangguran, kriminalitas yang semakin meningkat, dan sebagainya.

Fenomena   di   atas tergambar pula di kabupatenIndramayu, sebagai salah satu kabupaten di Jawa barat yang memiliki sumber daya alam beragam: laut, dengan hasil ikandan  garam,  maupun hasil pertanian  serta  tambang minyak. Sayang        untuk   beberapa hal belum banyak     memberi kesejahteraan            secara            merata kepada sebagian besar penduduk  di  kabupaten  ini.  Ada  sesuatu  yang  berkenaan dengan  perasaan  tidak  berdaya,  tidak  bermakna,  terpencil dari   situasi   atau   lingkungan   sekitar   kehidupannya   yang sedang berubah, yang    dapat   dikatakan        semacam keterasingan   (Kuntowijoyo,   1987:   81).   Oleh   sebab   itu dinamika  kehidupun  sosial-ekonomi  kurang  memperlihatkan kearah   perbaikan   yang   progress   selama   tahun   kajian penelitian. 

 Dalam   beberapa   hal   malah   dapat   dikatakan mundur  yang  nampak  pada  masalah  industri  petasan  dan tenaga kerja wanita, sedangkan keajegan ada pada industri garam  rakyat.  Sementara  untuk masalah Balongan  (minyak bumi), dapat disebutkan menjadi salah satu hal yang memiliki respon   positif   menuju   kearah   perbaikan   dari   perubahan lingkungan  setempat,  meski  belum  dapat  dikatakan  optimal memberikan kesejahteraan. Masalah industri petasan dan garam rakyat yang telah berkembang  sejak  lama  di  Kabupaten  Indramayu,  tampak bahwa  masih  belum  ada  perubahan  yang  berarti,  kecuali secara  terbatas  telah  memberikan  kesempatan  kerja  bagi penduduk sekitar mendapatkan tambahan penghasilan. Jika dilihat  kegiatan  ekonomi  ini  berpotensi  dalam  memberikan jalan  bagi  seluruh  penduduk  Indramayu  kearah  perubahan soial-ekonomi   yang   signifikan. 

 Di   Kecamatan   Indramayu, dimana   industri   petasan   berada   terdapat   permasalahan serius yang belum juga selesai, yakni tentang hasil produksi legal   atau   illegal.   Kehati-hatian   pemerintah   daerah   perlu dilihat   sebagai   bentuk   preventif   dari   ekses   buruk   yang mungkin terjadi, sedangkan  “kenekatan” penduduk setempat untuk terus memproduksi petasan juga harus dilihat sebagai salah satu usaha mendapatkan penghasilan tambahan guna mencukupi kehidupan keluarganya. Apa lagi mereka memiliki ketrampilan teknis            meracik            serbuk  petasan            sehingga mendapatkan  hasil/  jenis  petasan  yang  dapat  meletus  atau meledak dengan berbagai variasinya. Sementara   itu   pada   industri   garam   rakyat   belum menampakkan   adanya   perubahan   atas   kehidupan   petani garam,  yang  justru  paling  bekerja  keras  sepanjang  musim kemarau dalam mengolah air penggaraman/ air laut. Disatu pihak kelompok pengumpul malah mendapatkan kesempatan dalam   mengambil   keuntungan   dari   situasi   yang   kurang bersahabat‟ dari petani garam.

Ketidakberdayaan para petani perlu dibantu oleh pemerintah setempat, karena dari mereka dihasilkan  butiran  garam  yang  mempunyai  nilai  jual  untuk membantu   kehidupan   ketika   sawah   di   Losarang   tidak memberikan hasil dimusim kemarau. Untuk   masalah   yang  berhubungan   dengan   tenaga kerja  wanita  lebih  memprihatinkan,  karena  dari  tahun  ke tahun  menunjukkan  adanya  peningkatan  secara  kuantitas yang pergi ke luar negeri. Sebaliknya dapat dikatakan tidak atau           kurang dalam meningkatkan kualitas sumber manusianya di Kecamatan Kroya. sebagai salah satu wilayah yang banyak   mengirimkan   tenaga   kerja   wanita   tersebut. Seperti diketahui bahwa uang yang masuk ke kecamatan ini tiap  tahun  relatif  banyak,  sayang  tidak  dimanfaatkan  untuk upaya membangun atau meningkatkan sumber daya manusia setempat, tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan material (rumah,  kendaraan,  tanah,  dll), kearah  gaya  hidup  modern. Selain  daripada  itu  para  TKW  sering  mendapat  perlakuan  tidak  manusiawi  baik  ketika  sedang  bekerja  di  luar  negeri maupun  di  dalam  negeri,  ketika  mereka  pulang  kampung.

Pihak   pemerintah      daerah tampaknya juga           kurang memberikan  pelayanan,  bahkan  untuk  tingkat  RT/RW  juga memperlihatkan  ketidak  pedulian,    sehingga  kalau  terjadi kasus-kasus   kekerasan,   penganiayaan,   meninggal   dunia akan mengalami kesulitan informasi/ melacaknya dari mana keluarga mereka berasal. Terakhir untuk masalah yang terjadi di Balongan justru menunjukkan  adanya  kepedulian  terhadap  mereka  (petani Balongan)   yang   kehilangan   tanah/   sawah   akibat   proyek pertamina.  Meskipun  sudah  mendapatkan  ganti  rugi  dari pihak  pertamina,  penduduk  sekitar  juga  dilibatkan  dalam proyek-proyek  sebagai  tenaga  kerja  kasar.  Mereka   tidak memiliki   keahlian   untuk   masuk   dalam   industri   minyak Balongan  yang  memang  membutuhkan  keahlian  tertentu. Keadaan         ini        tentunya          menjadi            pekerjaan rumah          bagi pemerintah           setempat          untuk   menyiapkan penduduknya menjadi pemain aktif dalam pembangunan, bukan   menjadi penonton di rumah sendiri.

Gambaran Umum Kabupaten Indramayu

Kabupaten  Indramayu  secara  geografis  terletak  antara 10751'-10836'  Bujur  Timur  dan  615'  -  640'  Lintang  Selatan dengan   luas   wilayah   2.040,11   Km2.   Wilayah   Kabupaten Indramayu  di  sebelah  utara  berbatasan  dengan  Laut  Jawa, sebelah  timur  berbatasan  dengan  Laut  Jawa  dan  Kabupaten Cirebon, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang sedangkan   sebelah   selatan   berbatasan   dengan   Kabupaten Majalengka, Sumedang, dan Cirebon.

Letak   Kabupaten       Indramayu yang membentang sepanjang pesisir pantai utara P. Jawa membuat suhu udara di Kabupaten ini cukup tinggi yaitu berkisar antara 18° Celcius-28° Celcius.  Sementara  rata-rata  hujan  yang  terjadi  di  Kabupaten Indramayu  adalah  1.061,25  mm/tahun.  Adapun  curah  hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Indramayu kurang lebih sebesar 1.552  mm  dengan  jumlah  hari  hujan  tercatat  59  hari,  sedang curah  hujan  terendah  terjadi  di  Kecamatan  Cikedung  kurang lebih sebesar 616 mm dengan jumlah hari hujan tercatat 54 hari (BPS, 2003 : 1). Berdasarkan   data   dari   Badan   Pusat   Statistik   (BPS), Kabupaten   Indramayu   memiliki   luas   wilayah   yang   tercatat seluas 204.011 Ha yang terdiri atas 115.029 Ha tanah sawah (56,38%) dengan irigasi teknis sebesar 65.743 Ha, 19.229 Ha setengah teknis 2.769 Ha irigasi sederhana PU dan 2.563 Ha irigasi  non  PU  sedang  23.258  Ha  di  antaranya  adalah  sawah tadah  hujan.  Adapun  luas  tanah  kering  Kabupaten  Indramayu tercatat  seluas  88.982  Ha  atau  sebesar  43,62%  merupakan tanah kering.

Kabupaten  Indramayu  terdiri  atas  31  kecamatan,  yang dibagi   lagi   atas   sejumlah   313   desa   dan   kelurahan.   Pusat pemerintahannya   terletak   di   Kecamatan   Indramayu,   yang berada  di  pesisir  Laut  Jawa.  Kabupaten  Indramayu  saat  ini memiliki desa sebanyak 302 desa dan 11 kelurahan. Desa/Kelurahan  tersebut  tersebar  di  31  kecamatan,  di  mana pada   tahun   2005   telah   terjadi   pemekaran   wilayah   yang menghasilkan  3  kecamatan  baru,  yaitu  Kecamatan  Tukdana, Pasekan dan Patrol. Seperti  kabupaten  lainnya  di  Jawa  Barat,  Kabupaten Indramayu merupakan daerah yang cukup subur. Dari wilayah seluas 204.011 hektar, 41,90 persen merupakan tanah sawah. Sebagai  lumbung  beras  di  Jawa  Barat,  enam  tahun  terakhir (2001), Indramayu masih nomor satu dalam produksi padi se-Provinsi Jawa Barat. Produksi padi selama kurun waktu tersebut mencapai  lebih  dari  satu  juta  ton  per  tahun.  Produksi  gabah dapat  mencapai  1,2  juta  ton  per  tahun.  Dari  jumlah  itu  yang dikonsumsi  sendiri  di  Indramayu  sekitar  400.000  ton,  sisanya 800.000  ton  dipasarkan  ke  luar  daerah  atau  sektor  pertanian menyumbang 16,02 persen dari total Produk Dometik Regional Bruto   Kabupaten   Indramayu,   penyumbang   kedua   terbesar setelah   Sektor   Industri   (Migas).  

Selain   itu   data   penduduk Indramayu   berdasarkan   sektor   usaha   utama   menunjukkan 52,71 persen penduduk yang berusia diatas 10 tahun bekerja di sektor pertanian (BPS, SAKERNAS 2003).Selain tanaman padi, bumi Indramayu kaya akan sumber bahan  tambang,  yaitu  minyak  dan  gas  bumi  (migas).  Sejak tahun  1970  migas  mulai  dieksploitasi  oleh  Pertamina  melalui penggalian  sejumlah  sumur.  Dari  ratusan  sumur  yang  dibor, daerah-daerah  yang  berhasil  memproduksi  adalah  Jatibarang, Cemara, Kandanghaur Barat dan Timur, Tugu Barat, dan Lepas Pantai.   Pada   tahun   1980   Pertamina   mendirikan   terminal Balongan   untuk   menyalurkan   bahan   bakar   minyak   (BBM). Kilang  yang  dibangun  tahun  1990  tersebut  mulai  beroperasi pada  tahun  1994.  Dikelola  oleh  Pertamina  Unit  Pengolahan (UP) VI Balongan. Produksi kilang BBM berkapasitas 125.000 BPSD  (barrel  per  stream  day)  boleh  dibilang  seratus  persen disalurkan  untuk  DKI  Jakarta. 

Sedangkan  produksi  gas  atau LPG yang dikelola Kilang LPG Mundu VI dengan kapasitas 37,3 MMSCFD (juta kaki kubik per hari) di Kecamatan Karangampel, disalurkan untuk Jawa Barat dan DKI Jakarta. Dari   sisi   statistik,   migas   jelas-jelas   dominan   dalam kegiatan ekonomi Indramayu, khususnya sektor pertambangan dan   penggalian.   Tahun   1996   subsektor   minyak   dan   gas mencapai  53,82  persen,  sementara  empat  tahun  kemudian 55,16   persen.   Di   satu   sisi   migas   memberi   kontribusi   bagi kegiatan  ekonomi  kabupaten,  tapi  di  sisi  lain  migas  memicu 'pertarungan'   antara  Pertamina, Pemerintah            Kabupaten Indramayu dan pemerintah pusat.  Persoalan utamanya adalah jumlah dana bagian daerah-sesuai UU No 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah    pusat    dan      daerah-dianggap         tidak    adil oleh pemerintah daerah (pemda). Selama ini kontribusi migas yang diterima  pemda  hanyalah  Pajak  Bumi  dan  Bangunan  (PBB). Untuk  lima  tahun  terakhir  realisasi  penerimaan  PBB  di  sektor pertambangan terus meningkat, antara lain Rp 8,3 milyar (1996) dan Rp 11,2 milyar (2001). Pertamina UP VI beralasan, karena sebagian  besar  kegiatannya  bersifat  hilir-seperti  pengolahan, pengapalan  dan  pemasaran,  serta  niaga-maka  kontribusinya adalah pajak. Hal ini berbeda dengan unit lain yang kegiatannya adalah eksplorasi   dan            eksploitasi.
           
Walaupun        begitu, di Indramayu hingga kini terdapat 77 sumur minyak dan 40 sumur gas yang dikategorikan menghasilkan. Seluruh sumur tersebut berada  dalam  wilayah  Aset  I  yang  dikelola  Pertamina  Daerah Operasi Hulu (DOH) Cirebon. Dari beberapa keunggulan di atas, Kabupaten Indramayu juga            merupakan gudang      tambak. Seperti  di Kecamatan Balongan,  terhampar  ratusan  hektar  tambak  udang,  tambak bandeng,   dan   tambak   garam   .   Potensi   alam   lainnya   di  Indramayu   adalah   mangga.   Itu   sesuai   dengan   julukannya sebagai  Kota  Mangga  sehubungan  di  sana  banyak  tanaman mangga.  Mangga  daerah  ini  dikenal  manis. 

Selain  itu  sarang burung   walet   juga   merupakan   kekuatan   Indramayu.   Sektor komoditi lainnya yang menjadi unggulan adalah sebagai berikut. Julukan   populer   bagi   Kabupaten   Indramayu   adalah sebagai  Kota  Mangga  dan  Lumbung  Beras  utama  di  Provinsi Jawa Barat. Itulah cap yang masih populer bagi Indramayu. Kini ada  cap  lain  yang  khas  untuk  kabupaten  tersebut:  tawuran, miras, TKW, petasan, dan PSK. Perkelahian antarwarga desa di beberapa kecamatan    menjadi           hal       yang    lumrah namun memusingkan  pihak  keamanan  dan  masyarakat.  Contohnya adalah, biasa kalau di tengah jalan penumpang 'Elp' -angkutan umum  antar kecamatan  dan  kabupaten-  tiba-tiba  dioper  paksa ke  kendaraan  lain  dengan  alasan  untuk  menghindari  'demo' alias  tawuran.  Baru-baru  ini  muncul  juga  korban  miras  yang banyak memakan jiwa, terutama para pemuda Indramayu.

Kehidupan Ekonomi di Kabupaten Indramayu

a.      Kecamatan  Indramayu  

Keberadaan industri petasan di Kecamatan Indramayu dan khususnya di Desa Teluk Agung dapat dikatakan tetap bertahan, meskipun mengalami pasang-surut yang berkaitan erat   dengan   kebijakan   politik.            Industri   ini    telah lama berkembang   dan   dijalankan   secara   turun-temurun   dalam lingkungan  keluarga  masing-masing.  Oleh  sebab  itu  dapat dikatakan bahwa  kehidupan       sosial-ekonomi penduduk setempat   tidak   pernah   lepas   dari   usaha   ini,   meskipun berbagai        tantangan terus saja mengiringi.

Hal      ini menunjukkan jika kegiatan ekonomi berupa industri petasan secara langsung telah memberikan kesempatan dan menjadi salah satu alternatif bagi mereka mendapatkan penghasilan tambahan di bulan-bulan tertentu (menjelang puasa/ lebaran dan natal/ tahun baru). Seperti  sudah  disinggung  sebelumnya  meskipun  ada larangan dari pemerintah yang mengatur tentang pembuatan bahan  peledak   yang  merupakan  bahan  utama  membuat petasan,  tetap  terus  berlangsung  meski  secara  sembunyi diproduksi.  Permintaan   pasar  yang  masih  cukup  banyak ditambah          industri ini mampu menyerap tenaga kerja setempat, tampaknya menjadi alasan kuat mengapa mereka terus mempertahankannya atau menggantungkan kehidupan keluarganya pada industri            tersebut Secara langsung memberikan           konstribusi       dalam  upaya   meningkatkan kesejahteraan hidup    masyarakat  pendukungnya    seperti pengusaha maupun     pekerjanya.

Sebagai            contohnya, seorang pengusaha besar rata-rata memperoleh  keuntungan antara   Rp.   3.500,000,-   sampai   Rp.   4.300.000,-/ bulan dengan          modal sekitar Rp.7.500.000,-sampai Rp.10.000.000,-; untuk kelompok      pengusaha menengah keuntungan berkisar Rp. 2.300.000,- sampai Rp. 3.500.000,-/ bulan,   sedangkan   industri   skala   kecil   memperolah   Rp. 750.000,- sampai 2.300.000,-/ bulan dari modal yang harus dikeluarkan yakni       sekitar  Rp 1.000.000, sampai Rp. 5.000.000,-   (Hasil wawancara dengan Supandi 7 November 2009). Tidak  hanya  para  pengusaha  saja  yang  menikmati pendapatan dari industri petasan, tetapi juga pekerjanya yang dapat dilihat dari upah yang diterima. Perbedaan tingkat upah yang  diterima  pekerja  tergantung  dari  jenis  pekerjaan  yang ditekuni.   Mencampur  bahan  peledak  dan  mengisi  bahan  peledak  ke  dalam  selongsong/  congkong  mendapatkan  Rp. 150.000,-/  bulan.,  dan  ini  merupakan  pendapatan  tertinggi diantara   yang   lainnya   di   tahun   1985   yang   mengalami kenaikan  hampir  dua  kalipat  di  awal  tahun  2000-an  (Hasil wawancara dengan Slamet, tgl 18 November 2009). Dari  kegiatan  ini  pula  hampir  350  keluarga/  rumah tangga  di  kecamatan  Indramayu,  yang  artinya  ada  sekitar 1.400 orang terserap sebagai pengrajin petasan (pengusaha maupun   para   pekerja)   di   tahun   1980-an.  

Keadaan   ini bertambah  atau  meningkat  di  tahun  2000-an  menjadi  450 kepala  keluarga  yang  juga  berarti  menyerap  lebih  banyak tenaga kerja. Bisa dihitung beberapa bulan dalam satu tahun mereka mendapat kesempatan „menikmati‟ hasil yang relatif lebih besar di luar sektor pertanian. Dengan berbagai alasan, keberadaan  industri  petasan  ikut  memberikan  kontribusi  riil atas  kesejahteraan  ekonomi  penduduk  sekitar  dan  secara tidak         langsung ikut  lelestarikan ketrampilan           maupun kepandaian  meramu  bahan  peledak.  Apa  lagi  sejak  anak-anak  mereka  sudah  terbiasa  melihat  proses  ketrampilan lewat  orang   tua asing-masing/rumah tangga     lain dilingkungannya. 

Kecintan  membuat  petasan  secara  turun temurun telah diperkenalkan sejak mereka usia dini, sehingga tidak mengherankan bila anak-anak juga menjadi bagian dari cara  memproduksi  petasan  meskipun  masih  terbatas  yakni memberi kirim             petasan pada selongsong         di waktu senggangnya. Berapapun   hasilnya   ini telah   membantu ekonomi  keluarga,  dan  yang  terpenting  bahwa  ketrampilan membuat  petasan  telah  mereka  ajarkan  kepada  generasi muda   setempat.   Inilah   modal   penting   yang   tidak   dapat diperoleh            disekolah formal, mereka langsung melihat, mengamati, dan mempraktekkan sendiri dalam jangka waktu lama.dibawah pengawasan keluarganya.

b.      Kecamatan Losarang

Salah satu sentra produksi garam rakyat di Jawa Barat adalah Kecamatan Losarang - Indramayu, yang terlihat sibuk di  musim  kemarau  antara  setiap  pertengahan  bulan  Juni-
Oktober. Pada musin kemarau para petani garam, kami sebut seperti  itu  mudah  memproduksinya,  karena  mereka  betul-betul mengandalkan pada faktor cuaca selain tentunya lahan di  dekat  pantai  dimana  air  laut  sebagai  bahan  utamanya berada.   Umumnya   petani  garam   di  Losarang  Indramayu termasuk dalam            petani  yang nyewa tanah/      lahan penggaraman atau yang menggarap tambak milik orang lain melalui sistem maro. Berturut-turut adalah petani garam yang hanya  bermodalkan  tenaga  alias  buruh  dan  terakhir adalah petani garam yang mengolah tanahnya sendiri. Setiap   satu   lahan   garapan   dengan   luas   1   ha, produksinya  berkisar  antara  3-4  ton,  dan  selama  musim kemarau  mereka  dapat  panen  hingga  3  kali. 

Bila  dihitung berarti satu kali musim kemarau dihasilkan sekitar 9-12 ton garam untuk lahan penggaraman seluas 1 ha. Berdasarkan data, lahan di Kecamatan Losarang dapat mencapai sekitar 30.000            ton/tahun (http://www.pelita.or.id/baca.php). Produksi  yang  melimpah  ternyata  tidak  sebanding  dengan jumlah keuntungan yang diperoleh petani garam. Ketika hasil berlimpah  tepatnya  saat  panen  raya,  para  pedagang  yang disebut pengumpul berusaha membeli dengan harga murah, tidak langsung dijual ke konsumen tetapi ditimbun/ disimpan dahulu.  Baru  dilempar  kepasaran  pada  saat  harga  tinggi, sehinga   keuntungannya   pasti   berlipat   dari   harga   belinya dahulu.  Sebagai  contoh,  pada  tahun  1979  dimana  harga garam  dari  petani  sekitar  Rp.  7,-/  kg,  dijual  kemudian  di Jakarta seharga Rp. 25,-/ kg, petani hanya mendapatkan Rp.84.000/   ton/   ha/tahun   sedangkan   pedagang   pengumpul memperoleh   Rp.   300.000,-.   Sebagai   perbandingannya   di tahun  2007  harga  garam  naik  menjadi  Rp.  350,-/  kg,  yang menurun ketika panen raya diangka Rp. 220,- -Rp. 240,-/ kg.

Dari  tahun  ketahun  memang  ada  peningkatan  harga  jual garam   setiap   kilogramnya,   tetapi   tetap   saja   tiak   dapat dinikmati petani karna tuntutan hidup juga meningkat, dimana harga-harga  kebuuhan  pokok  juga  secara  otomatis  naik. Tampaknya  naiknya  harga  jual  bukan  berarti  bahwa  petani akan  mendapatkan  keuntungan  lebih  besar.  Kehidupannya tetap  tidak  beranjak,  masih  belum  ada  perubahan  kualitas hidup meski cara kerja mereka tidak pernah berubah menjadi ringan, tetap harus bekerja keras dari tahun ketahun. Betapa jauh perolehan petani dibandingkan pedagang yang   nota   benenya   tidak   mengeluarkan tenaga            guna mengolah   air   penggaraman   selama   3-4   bulan,   diwaktu kemarau. Jatuhnya       harga            garam  selalu terjadi    setiap memasuki   masa   panen   raya,   sementara   petani   harus berhadapan   dengan   kekuatan   ekonomi   pemilik modal, sehingga tidak punya daya tawar.

Disamping itu mereka tidak punya prasarana menyimpan garam, kebutuhan hidup harus segera  dipenuhi,  sedangkan  mereka  tidak  punya  pekerjaan  lain       kecuali mengolah garam.        Dari    keadaan ini memperlihatkan  bahwa  posisi  petani garam  rentan  tehadap permainan   harga,   apalagi   tidak   ada   harga   pembelian pemerintah   (HPP),   sehingga   pedagang   yang   “berkuasa‟ menentukan harga dasar garam ditiap sentra garam. Dengan posisi tawar yang rendah para petani sulit menolak ketentuan harga   yang   ditentukan   pedagang,   bila   mereka   mencoba mempertaankan harga secara wajar sering berakibat garam sulit dijual. Akibat selanjutnya terjadi penumpukan, sementara mereka  tidak  mempunyai  gudang  penampungan,  sehingga tidak mengherankan jika garam yang telah dipanen berjajar dipinggir jalan karena tidak laku. Pada umumnya setiap ha dikerjakan oleh 4-6 orang, berarti  di  wilayah  penelitian,  tepatnya  Desa  Santing  dan Muntur            kecamatan Losarang yang memiliki luas penggaraman 250 ha, melibatkan sekitar 1.000 – 6.000 orang tenaga kerja, sedangkan untuk Kecamatan Losarang bahkan mencapai   kurang   lebih   1.000   ha   yang   berarti   mampu menampung/ memberi kesempatan kerja sekitar 4.000-6.000 orang.

            Suatu jumlah yang cukup besar disaat mereka tidak bekerja  di  lahan   persawahan   (padi),   yang  artinya   dapat menghidupi keluarga pada waktu kesulitan melanda wilayah ini. Potensi ini harus menjadi pehatian semua fihak, bahwa ada         perjuangan       tanpa   lelah     dari sebagian penduduk golongan   bawah   di   Losarang   Indramayu   yang   berjuang mendapatkan penghasilan secara mandiri. Pendapatan utama  di  musim  kemarau,  bukan  sebagai  tambahan  bagi para  buruh  dan  mereka  yang  mengolah  sendiri  lahannya sedangkan  bagi mereka  yang hanya menyewakan  mungkin merupakan  pendapatan tambahan atau sampingan.


c.       Kecamatan Kroya

Keterlibatan    wanita kroya   dalam  meningkatkan perekonomian  keluarga  dengan  jalan  bekerja  keluar  negeri bukanlah hal baru. Kondisi tersebut tidak terlepas dari factor ekonomi dan social-budaya yang berkembang di wilayah ini. Kewajiban mencari nafkah secara kultur memang ada pada pundak     kaum   laki-laki, namun ketika dianggap tidak mencukupi  telah  mendorong  wanita  kroya  untuk  bekerja. Muncul   pertanyaan   kenapa   harus   ke   luar   negeri,   yang tentunya   meninggalkan   keluarganya   seperti   anak,   suami serta orang tuanya. Kesempatan  yang  ada  pada  pada  awalnya  mencari pekerjaan dengan penghasilan yang dianggap besar waktu itu yakni menjadi tenaga kerja wanita diluar negeri.   Apa lagi yang  diperlukan  adalah  mereka  yang  mau  bekerja  sebagai pembantu rumah tangga, pekerja di reatoran sebagai tukang cuci   dan   pekerjaan   lain   yang   tidak   menuntut   kualifikasi pendidikan tertentu ataupun keahlian khusus. Sebagian besar lowongan yang ada memang erat dengan pekerjaan wanita sehari-hari.   Inilah   tampaknya   yang   menjadi   daya   tarik, sehingga  tanpa  fikir  panjang  umumnya  mereka  siap  untuk berangkat.        Bukan   lagi   menjadi   hal   yang   dilarang   atau menjadi  perbincangan  diantara  tetangganya  jika  salah  satu anggota            keluarganya.    Apa     lagi      mereka memberikan konstribusi secara ekonomi melalui kiraman uang yang dapat mencapai  juta  rupiah  bagi  keluarganya,  berarti  ada  uang berkisar    ratusan   juta   yang   beredar   di   desanya.  

Andai dimanfaatkan secara bijak kemungkinan aka nada perubahan yang lebih baik, selanjutnya pengiriman TKW tidak perlu lagi. Bagi masyarakat Kroya wanita ibarat harta berharga, lebih  mengutamakan  anak  perempuan  dikarenakan  dapat secara cepat menghasilkan uang dengan cepat karena ketika dewasa   akan   memberangkatkan   anaknya   menjadi   TKW. Bekerja di luar negeri telah menjadi suatu alternatif menarik bagi  sebagian  orang,          di  Indramayu  dan  khususnya  dari Kroya. Terdorong         oleh     kebutuhan hidup dan      impian mendapatkan  penghasilan  yang  layak  maka  banyak  orang yang mencoba peruntungannya menjadi TKW. Hal ini dapat dilihat  dari  kecenderungan  terjadinya  peningkatan  jumlah tenaga kerja Indonesia, dimana jumlah wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki.   Tidak adanya data yang rinci tentang jumlah            TKW   yang diberangkatkan dari       wilayah ini, diperkirakan  di  tahun  2006  mendekati  seribu  orang.  Pada kenyataannya  jumlah mereka di Kabupaten Indramayu telah mencapai lebih dari 45.000 orang. 

Hal ini disebabkan banyak yang  pergi  tanpa  terdaftar  di  Dinas  Sosial  Tenaga  Kerja setempat atau dengan kata lain statusnya illegal. Upaya yang dilakukan  pemerintah  untuk  mengontrol  tenaga  kerja  illegal diantaranya     dilakukan        oleh Dinas Tenaga       Kerja dan Transmigrasi  dengan  cara  menyebarkan  leaflet  dan  brosur yang  berisi  himbauan  agar  mereka  mempersiapkan  semua persyaratan administratif juka hendak bekerja ke luar negeri. Selain  itu  harus  melibatkan  aparat  desa  dan  ketua  RT/RW yang  ada  dimasing-masing  desa,  agar  mendapatkan  data secara   riil   berapa   jumlah   yang   berangkat   dan   alamat keluarganya dengan jelas.

d.      Kecamatan Balongan

Sejak   didirikannya  industri  minyak  dan  gas  alam, tepatnya  Pertamina  UP  VI  Balongan  secara langsung telah memberikan  dampak  terjadinya  perubahan  di  wilayah  ini.  Perubahan   tersebut   menyangkut   tidak   saja   perubahan lingkungan  tetapi  juga  perubahan  social.  Adanya  kegiatan  pertamina   UP   VI   telah   menggeser  kepemilikan   tanah disekitarnya, yang    mau     tidak    mau     harus    bersedia menjualnya.  Dari  hasil  ganti  rugi/   ganti  untung  tersebut, sebagian  ada  yang  membeli  kembali  tanah  dan  rumah  di desa  lain,  tetapi  ada  yang  terpaksa  hidup  lebih  tidak  pasti ketika   hasil   ganti   rugi   tanah   tidak   mencukupi.   Seperti  dipahami        bahwa  sebagian          besar    penduduk        Balongan bermata pencaharian  sebagai  petani,  berarti  bahwa  tanah/sawah menjadi aset penting di sini. Untungnya pihak pertamina Balongan dalam beberapa hal  memberikan  kesempatan  atau  peluang  kerja  dengan mengikutsertakan      penduduk            setempat dalam proyek-proyeknya,  disamping  juga  memberi  fasilitas  sosial,  seperti memberi    beasiswa kepada         anak-anak        Balongan         yang berprestasi   dari   tingkat   SD   sampai   SMA,   bahkan   untuk  beberapa   kasus   sampai   keperguruan   tinggi.   Selain   hal tersebut  setiap  bulan  ada  kegiatan  pemeriksaan  kesehatan gratis   khususnya   di   desa   Kesambi   dan   Balongan   serta bantuan  bahan  pokok  dan  bantuan  susu  untuk  para  balita setempat.

Khusus  untuk  para  petani  yang  tidak  memiliki  lahan dan  ini  merupakan  jumlah  terbesar  di  Balongan,  Pertamina menjediakan  lahan  penyanggah  berupa  sawah  dan  kebun untuk dimanfaatkan yang diatur oleh masing-masing kepala desa  dibawah  pengawasan  pihak  kecamatan.  Sayangnya akses mereka untuk menjadi pegawai tetap di pertamina tidak begitu  terjadi  secara  otomatis  karena  ada  seleksi.  Dalam kegiatan industri teknologi tinggi diperlukan tenaga kerja yang memiliki  kualifikasi  tertentu,  oleh  sebab  itu  sebagian  besar dari   mereka   baru   dapat   kesempatan   menjadi   pegawai “rendah”.      Dibutuhkan            waktu  yang    relative lama    untuk mendapatkan  sumber  daya  manusia  dari  wilayah  ini  yang siap  ditempatkan  di  pertamina.  Lewat  pendidikan  bukanlah suatu  hal yang mustahil, tentu saja harus ada perhatian dan campur tangan   dari   Pemda   dan   Pertamina   sendiri,   yang diharapkan   menumbuhkan kesadaran akan pentingnya/pendidikan           bagi     generasi           mudanya.        Berikutnya akan diperoleh sumber daya manusia yang tangguh dan siap untuk menghadapi tantangan bagi kelangsungan pembangunan di wilayahnya.

Pemecahan Masalah Ekonomi

Dalam kehidupan ekonomi sehari-hari , terdapat beberapa permasalahan yang mendasar dan harus dicarikan jalan keluarnya atau solusinya. Solusi yang ada untuk mengatasi hal ini, kita membutuhkan system ekonomi yang tepat dan sesuai dengan kondisi permasalahan ekonomi yang ada. Sistem ekonomi adalah perpaduan dari peraturan atau cara-cara yang merupakan satu kesatuan yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam perekonomian.

a.Masalah Jangka Pendek
Pemecahan masalah ekonomi jangka pendek dapat dilakukan dengan cara antara lain menambah jumlah uang yang beredar
o   menurunkan tingkat bunga
o   mengenakan pajak impor
o   menurunkan pajak pendapatan atau pajak penjualan
o   menambah pengeluaran pemerintah
o   mengeluarkan obligasi pemerintah dan sebagainya.

b. Masalah Jangka Panjang
Pemecahan masalah ekonomi jangka panjang harus menerapkan kebijakan yang berkaitan dengan masalah jangka panjang, seperti kebijakan yang berkaitan dengan kapasitas total perekonomian, jumlah penduduk dan angkatan kerja, serta lembaga-lembaga sosial-politik-ekonomi yang ada.

Penyelesaian Masalah Ekonomi

Upaya-upaya tersebut adalah :
1.      Pemberdayaan ekonomi yang dimaskud adalah untuk menstabilkan perekonomian dalam ruang lingkup kecil adalah pengembangan kegiatan simpan pinjam dan lembaga keuangan mikro (LKM) dan pengembangan usaha kecil mikro (UKM). 
2.      Membuka lapangan kerja dan lebih banyak mengadakan padat karya, jadi dengan adapnya lapangan kerja yang memadai dan lebih diutamakan padat karya maka akan membantu untuk mengurangi pengganguran. Sehingga yang tadinya tidak dapat pekerjaan sekarang dapat bekerja dan bisa berproduktifitas. Dengan ini maka juga akan berdampak pada pendapatan perkapita suatu negara, karena semakin tingginya angkatan kerja yang bekerja maka akan tinggi pula peningkatan perkapitanya. 
3.      Menghilangkan sifat konsumtif dan lebih bersikap hemat untuk sumber daya alam yang belum ditemukan penggantinya atau lebih kreatif untuk menciptakan barang pengganti, sehingga dengan peningkatan kebutuhan dan sumber daya alam mampu berjalan dengan seimbang.
4.      Pemerintah lebih bijak dalam menetapkan UMR dengan mempertimbanngkan kebutuhan dan hajat hidup masyarakatnya, sehingga kebutuhan dapat digunakan semaksimal mungkin sehingga kesejahteraan masyarakatnya dapat terpenuhi dengan baik.
5.      Bagi pemerintah lebih banyak membuka pelatihan On The Job Training , dengan adanya pelatihan untuk masyarakat yang kurang terampil, maka bisa menjadikan kegiatan tersebut sebagai pelatihan untuk mendapat pekerjaan. 
6.      Bagi pemerintah dapat mengorientasikan pembangunan lebih di fokuskan pada infrastruktur yang bernilai tambah tinggi, baik dalam sector industry maupun pangan, sehingga mungkin dapat menjadikan negara kita tidak hanya sebagai pengimpor namun sebagai pengekspor terlebih bahan mentah.

Kesimpulan

Masalah  kerja  keras  tidak  perlu  lagi  dipertanyakan untuk   melihat   fenomena   di   keempat   wilayah   kajian   di Kabupaten Indramayu yang menitik beratkan pada dinamika
yang terjadi di industri petasan, garam rakyat, tenaga kerja wanita  dan  petani  Balongan.  Berbagai  kendala,  tantangan, kesempatan dan perubahan yang terjadi mereka coba sikapi dengan cara pandang mereka, meski sering bersinggungan dengan  aturan  ataupun  fihak  lain  bahkan  kultur  yang  ada. Semua  itu  tampaknya  bermuara  pada  apa  yang  namanya memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Campur   tangan   dari   pihak   pemerintah   perlu   lebih intensif     baik memberikan kemudahan,            fasilitas, aturan pelayanan sehingga masyarakat bisa bekerja lebih nyaman, berkarya  lebih  baik     dan terlindungi haknya Jika  dilihat potensi   geografis   menyangkut   keragaman   sumber   alam setempat, Indramayu bukan termasuk daerah miskin, begitu pula dengan orang/ penduduk yang tinggal di wilayah ini mau bekerja keras. Tetapi hingga awal abad 21 memang belum ada peubahan yang berarti dalam mencapai taraf kehidupan yang  lebih  baik,  merebaknya  pengumpul/  tengkulak,  calo tenaga kerja, dan kesadaran terbatas akan pendidikan perlu digarisbawahi   untuk   lebih   diperhatikan   oleh   pemerintah setempat.

Posting Komentar untuk "Permasalahan Ekonomi di Indramayu dan Penyelesaiannya"